Refleksi Tentang Tubuh

Tubuh merupakan komponen hakiki manusia. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak melibatkan tubuhnya. Tanpa tubuh manusia tidak dapat melaksanakan kegiatan seperti berpikir, makan, menulis, berbicara, berjalan, memegang, dll. Tanpa tubuh manusia tidak mungkin menjadi manusia yang utuh dan lengkap. Karena tubuhnya, manusia menjadi bagian dari dunia dan mengikuti hukum-hukum yang berlaku di dunia.

Para filsuf eksistensialis (sebut saja: Heidegger, Sartre, Marleau Ponty) menunjukkan bahwa ketubuhan membuat manusia berada dalam dunia benda dan membuat manusia berpartisipasi dalam pembatasan spasial (ruang). Manusia tertanam dalam situasi spasial tertentu dan harus menempati sesuatu. Dia hanya dapat berada dalam tempat tertentu.

Ketubuhan membuat manusia “ada di dunia”. Dengan kata lain, tubuh manusia adalah dimensi “ada” manusia yang memungkinkan “aku” berada di dunia. Tubuh manusia adalah aku yang disituasikan, diadaptasikan dan dijelmakan.

Lantaran itu tubuh manusia harus dilihat secara keseluruhan. Karena walau aku kehilangan salah satu bagian tubuhku, misalnya karena cacat pada bagian anggota tubuh, aku tetap manusia.

Manusia ada dengan mempunyai tubuhnya. Jika aku kehilangan tubuh maka eksistensiku juga hilang. Begitu juga yang kumiliki karena sesuatu itu hanya dapat disebut sebagai milikku bila berhubungan dengan tubuhku. Orang menguasai dan memiliki dengan dan melalui tubuhnya. Kita memandang benda-benda sebagai perpanjangan diri kita. Mobil dan sepeda tidak sekedar alat transportasi melainkan juga dan terutama sebagai aku, perpanjangan diriku.

Namun demikian, manusia dapat menyembunyikan diri di belakang tubuh atau wajahnya. Manusia dapat memasang topeng dan memainkan peran yang tidak sebenar-benarnya, yang bukan dirinya. Wajahku tampak ramah padahal aku sedang marah. Aku dapat menyembunyikan diriku. Manusia dapat bersandiwara. Karena itulah manusia yang lain membutuhkan penafsiran. Karena memerlukan penafsiran, maka setiap ekspresi selalu membuka peluang kesalahpahaman.

Terdapat hubungan antara kesempurnaan moral dan spiritual di satu pihak, dan penggunaan tubuh di pihak lain. Aristoteles dan Thomas Aquinas melihat tubuh sebagai bagian hakiki dari manusia, termasuk kesempurnaan yang berkaitan dengannya. Pengendalian diri menuju kesempurnaan tergantung pada kebiasaan mengendalikan tubuh. Dewasa ini, orang menekankan pengalaman rohani lewat kesadaran akan tubuh (hal ini berkembang terutama karena pengaruh dari dunia timur).

Lambang kesempurnaan manusia adalah posisi vertikalnya, inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Posisi ini merupakan ciri khas manusia. Posisi tegak merupakan lambang kehidupan, keselamatan, kebangkitan dan kekuatan. Karena itu, posisi tegak mempunyai makna simbolis. Karena itu, banyak dibangun monumen yang dibangun tinggi sebagai simbol tersebut.

Tubuh sekaligus melambangkan kedalaman dan kesempurnaan, “Ada beberapa fungsi tubuh yang dapat mengungkapkan kedalaman dan kesempurnaan manusia”, yaitu fungsi penduniaan, epistemologis, asketis, dan ekonomis atau pemilikan.

Fungsi Penduniaan: Berkat tubuhnya, manusia ada dalam dunia, menjadi bagian dari dunia dan juga berada dalam ruang dan waktu.

Fungsi epistemologis: Tubuh menjadi alat untuk mengetahui (minimal pengetahuan inderawi) dan menjadi alat untuk kesadaran diri (yang tidak mungkin terpisah dari tubuhnya).

Fungsi asketis: Bagi Plato, Plotinus, dan juga Agustinus, tubuh menjadi beban bagi jiwa untuk dapat naik ke dunia roh. Karena tubunya, manusia memiliki nafsu, insting, kedukaan, dan juga kelemahan. Oleh karena itu manusia dianjurkan untuk mengambil jarak terhadap tubuhnya. Lain halnya dengan Aristoteles dan Thomas Aquinas yang memandang tubuh sebagai bagian hakiki dari manusia. Oleh karena itu manusia tidak boleh meremehkan dimensi tubuh dari hidupnya. Melalui tubuhnya, manusia mencoba mewujudkan intelegensinya, kehendaknya, dan kebebasannya (misalnya dengan bekerja keras, dengan menyanyi, dengan berteriak keras-keras, dan juga dengan menulis/melukis)

Fungsi ekonomis dan pemilikan diungkapkan dengan kata “mempunyai”, yaitu manusia mempunyai tubuhnya. Wajah menjadi salah satu ciri khas yang dimiliki oleh manusia. Ratusan ribu bahkan di seluruh dunia ini, tidak ada orang yang memiliki wajah 100% sama dengan wajah sesamanya. Sehingga melalui wajahnya, manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dapat saling dibedakan (ada Jono, Budi, Wati, Yanto, dll). Melalui wajahnya, manusia juga bisa mendapat informasi manusia tertentu tersebut berasal dari negara atau suku bangsa mana (seperti Indonesia, India, Amerika, Cina, dll).

*) referensi tulisan dari berbagai sumber

0 Response to "Refleksi Tentang Tubuh"

Posting Komentar

Berikan Komentar anda